KODEMIMPI - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Usai Perppu diterbitkan, muncul pro dan kontra.
Jokowi mengungkapkan alasan Perppu Cipta Kerja diterbitkan. Kondisi global yang tidak menentu disebutnya menjadi pertimbangan menerbitkan Perppu itu.
"Jadi memang kenapa perppu, kita tahu kita ini kelihatannya normal tapi diintip oleh ancaman-ancaman ketidakpastian global, saya sudah berkali-kali menyampaikan beberapa negara yang menjadi pasiennya IMF, 14. Yang 28 ngantre di depan pintunya IMF untuk juga menjadi pasien," kata Jokowi di [Istana Negara], Jakarta Pusat, Jumat (30/12).
Jokowi mengatakan dunia sedang tidak baik-baik saja. Dia menegaskan Perppu Cipta Kerja dikeluarkan untuk menjawab kepastian hukum.
"Kemudian sebetulnya dunia tidak sedang baik-baik saja, ancaman-ancaman, risiko ketidakpastian itulah yang menyebabkan kita mengeluarkan perppu karena itu untuk memberikan kepastian hukum, kekosongan hukum yang dalam persepsi investor, baik dalam maupun luar. Sebetulnya itu, yang paling penting karena ekonomi di 2023 akan sangat tergantung pada investasi dan ekspor," ujar Jokowi.
- PSHK Pertanyakan Draf Perppu Ciptaker
Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia mengkritik pemerintah yang menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker). PSHK meminta DPR menolak Perppu Ciptaker tersebut.
Direktur Eksekutif PSHK Gita Putri awalnya mempertanyakan dasar penerbitan Perppu Ciptaker. Dia mengatakan pemerintah membuat alasan yang mengada-ada soal penerbitan Perppu ini.
"Menurut Pemerintah, kehadiran Perppu Ciptaker telah memenuhi syarat dibentuknya sebuah Perppu yakni adanya kebutuhan mendesak dan kekosongan hukum. Pernyataan ini tidak berdasar dan patut dipertanyakan logikanya, mengingat MK dalam Putusan 91/PUU-XVIII/2020 mensyaratkan UU Ciptaker untuk diulang proses pembentukannya dengan memerhatikan salah satunya mengenai partisipasi yang bermakna. Penerbitan Perppu adalah seperti siasat sehingga secara keseluruhan seolah mengkhianati amanah MK demi mengakali syarat partisipasi bermakna ini," kata Gita kepada wartawan, Sabtu (31/12).
Dia mengatakan penerbitan Perppu Ciptaker merupakan bukti pemerintah tidak menjadikan publik sebagai mitra dalam penyusunan produk legislasi. Dia juga menuding penerbitan perppu itu menunjukkan pemerintah dalam posisi tidak seimbang dalam perencanaan, penyusunan dan pembahasan produk hukum.
"Terlihat bahwa ada perbedaan dalam pelibatan pihak-pihak terdampak dalam proses legislasi. Contohnya bisa dilihat dari penyusunan Omnibus Cipta Kerja di tahun 2019 hingga KUHP di tahun 2022. Hanya mereka yang memiliki kepentingan sama dengan Pemerintah yang mendapat karpet merah mendapat panggung untuk didengar. Namun kelompok buruh, kelompok disabilitas, kelompok minoritas agama, kelompok minoritas seksual, serta kelompok masyarakat rentan lainnya justru terdiskriminasi dengan tidak mendapat ruang dan pelibatan secara aktif dalam penyusunan produk hukum tersebut," ujarnya.
Gita juga menilai ada ketidakjelasan soal kedaruratan untuk membuat Perppu. Menurutnya, tak ada kekosongan hukum yang terjadi usai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap uji materi UU Ciptaker.
"Justru mandat dari putusan MK untuk menyusun ulang UU Omnibus Cipta Kerja tersebut malah secara aktif diabaikan oleh Pemerintah dengan keluarnya Perppu ini. Argumentasi kepentingan ekonomi dalam penerbitan Perppu Cipta Kerja ini juga memberikan kode yang membingungkan bagi publik. Apabila ada kebutuhan pengencangan anggaran karena potensi ekonomi yang memburuk, mengapa justru ada pengeluaran uang dengan skala masif, misalnya untuk membangun IKN dan memaksakan pembentukan UU IKN," ujarnya.
Dia menganggap pemerintah abai terhadap partisipasi publik. Dia juga menuding Perppu Ciptaker sebagai wujud ruang gelap legislasi karena dokumen Perppu Ciptaker belum dipublikasi.
"Di samping banyaknya pertanyaan dan polemik yang ditimbulkan dari penerbitan Perppu Ciptaker, celakanya sampai dengan rilis ini disusun dokumen Perppu Ciptaker belum dapat diakses. Hal itu menguatkan kesan bahwa Pemerintah semakin menarik proses pembentukan peraturan perundang-undangan ke ruang gelap. Padahal prinsip transparansi adalah prasyarat terbukanya ruang partisipasi yang bermakna," ujarnya.
Gita pun meminta DPR menolak Perppu Cipta Kerja itu karena telah mengabaikan putusan MK. Berikut tiga poin tuntutan PSHK terkait Perppu Ciptaker:
- DPR untuk menolak Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja karena telah mengabaikan Putusan MK 91/PUU-XVIII/2020;
- Presiden dan DPR harus melakukan pembahasan kembali UU Ciptaker sebagaimana amanat UU MK 91/PUU-XVIII/2020 dengan menghadirkan ruang partisipasi masyarakat yang bermakna dalam prosesnya; dan
- Presiden dan DPR untuk menghentikan praktik ugal-ugalan dalam proses legislasi dan kembali pada asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik.
- Partai Buruh Setuju Perppu Ciptaker
Berbeda dengan PSHK, Partai Buruh justru setuju dengan langkah Jokowi menerbitkan Perppu Ciptaker. Partai Buruh memandang langkah ini lebih baik dari pada perbaikan UU diserahkan ke DPR yang mereka tak percayai.
"Jadi Perppu boleh, maka kami gunakan pendapat pertama daripada dikasih DPR yang kami mosi tidak percaya," kata Presiden Partai Buruh Said Iqbal dalam konferensi pers virtual, Sabtu (31/12).
Said Iqbal mengatakan Partai Buruh tidak percaya terhadap DPR untuk mengesahkan UU Ciptaker. Dia menilai langkah yang diambil Jokowi sudah sesuai dengan ketentuan berlaku, yaitu adanya alasan kedaruratan mengeluarkan Perppu.
"(Meskipun) alasan pemerintah dengan partai buruh beda, kedaruratan sudah saya sebut tadi, darurat upah nggak pernah naik, darurat outsourcing merajalela, gampang di PHK, easy hiring, easy firing, darurat pekerja kontrak berulang ulang darurat pesangon kecil," ujarnya.
"Bilamana isi Perppu tidak sesuiai harapan yang diusulkan Partai Buruh dan organisasi serikat pekerja tentu kami tolak Perppu. Tentu ada langkah hukum kembali tentukan judisial langkah perjuangan melakukan aksi," ucapnya.
Dia mengatakan ada sejumlah dialog yang dilakukan Partai Buruh dengna pemerintah terkait UU Ciptaker yang telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK. Setidaknya, kata Said Iqbal, ada 9 poin yang diusulkan untuk direvisi, khususnya pada klaster ketenagakerjaan.
"Bahkan isi Perppu versi usulan Partai Buruh dan serikat buruh sudah didiskusikan dengan tim Kadin, dialog, sosial dialog. Sikap kami kembali ke UU 13 tahun 2003 yang merah. Jadi nggak main-main daripada dibahas di DPR mosi tidak percaya, hanya politisasi penuh kebohongan waktu itu. Kami nggak mau jatuh di lubang yang sama," ucapnya.
"Saya percaya Presiden Jokowi mendengar asalkan punya argumentasi kuat. Saya berkeyakinan isi Perppu sesuai harapan," imbuhnya.
- Alasan Penerbitan Perppu Ciptaker
Menko Polhukam Mahfud Md menjelaskan alasan pemerintah menerbitkan Perppu Cipta Kerja. Salah satunya, kata Mahfud, ada kondisi yang dinilai darurat.
"Aspek hukum dan peraturan perundang-undangan terkait keluarnya Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tertanggal 30 Desember ini adalah karena alasan mendesak atau kebutuhan mendesak. Sesuai dengan putusan MK Nomor 138 PUU 7 2009 yang waktu itu saya sebagai Ketua MK menandatangani," kata Mahfud dalam jumpa pers di Kantor Presiden, Jakarta Pusat, Jumat (30/12).
Mahfud menerangkan ada tiga kondisi dikeluarkannya perppu sesuai ketentuan perundang-undangan. Pertama, pemerintah membutuhkan dengan cepat undang-undang namun aturan itu belum ada.
"Alasan dikeluarkannya perppu itu ya pertama karena ada kebutuhan yang mendesak ya, kegentingan memaksa untuk bisa menyelesaikan masalah hukum secara cepat dengan undang-undang tetapi undang-undang yang dibutuhkan untuk itu belum ada atau sehingga terjadi kekosongan hukum," ujar Mahfud.